Esoteri Keris
Adalah semacam ilmu atau pemusatan perhatian terhadap
apa yang tidak tampak dari luar, pada sebilah keris. Esoteri keris antara lain membicarakan
soal tuah, tanjeng, tayuh, khasiat, daya magis, manfaat, pengaruh, isi,
penunggu, dan yang semacam dengan itu.
Terlepas soal percaya atau tidak, benar atau salah,
maka esoterikeris merupakan salah satu dari banyak cabang budaya perkerisan. Ia
selalu dibicarakan orang, baik yang percaya maupun tidak, bukan hanya dikalangan
masyarakat pecinta keris di Indonesia,
tetapi juga di negara lain, termasuk negara-negara barat. Biasanya, selain dibicarakan
dari sudut budaya, esoteri keris juga sering dibahas dari sudut agama.
Lawan kata dari esoteri keris adalah eksoteri keris
atau exoteri keris.
Berbeda dengan esoteri keris, maka eksoteri keris
membicarakan soalsoal keris yang tampak dari luar. Antara lain yang dibicarakan
soal dapur keris, pamor, jenis besi
dan yang semacam dengan itu. Pembicaraan soal esoteri keris hampir selalu
berkaitan dengan soal tuah atau kesaktian keris. Karena soal tuah amat erat
kaitannya dengan pengalaman pribadi seseorang, sikap spiritual seseorang, maka soal
esoteri itu tidak dapat diperdebatkan. Selama ini
hanya tiga buku yang secara khusus membahas soal esoteri keris, yakni Esoteri Keris tulisan Syamsul Alam, terbitan
Citrajaya, Surabaya, 1983; dan Mengungkap Rahasia Isi Keris, tulisan Bambang Harsrinuksmo,
terbitan Pustaka Grafikatama, Jakarta, 1992. Selain itu, tahun 1996, S. Lumintu juga menulis buku yang menyangkut soal esoteri
keris. Judulnya Daya Gaib Keris Pusaka & Kayu. Ketiga buku yang disebut di
atas, membahas soal esoteri dengan bahasa perkerisan, berbeda dengan buku-buku
lain yang membahas esoteri keris dengan bahasa perdukunan atau perklenikan.Tuah Keris Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, tuah antara lain berarti sakti,
keramat; berkat (pengaruh) yang mendatangkan
keuntungan
(kebahagiaan, keselamatan, dsb). Secara umum, dalam dunia
perkerisan tuah diartikan sebagai kesaktian, daya
luwih, kekuatan magis, dan manfaat gaib yang terkandung dalam sebilah keris
atau tosan aji lainnya. Bagi mereka yang percaya akan adanya tuah pada sebilah
keris, daya gaib yang terpancar atau 'sesuatu' yang dirasakan itulah yang
disebut angsar. Pada dasarnya tuah keris itu selalu baik dan untuk kebaikan.
Tetapi tuah keris belum tentu akan cocok manfaatnya bagi seseorang. Ilmu untuk
mengenal dan mengetahui jenis-jenis angsar disebut ilmu tanjeng. Untuk mengetahui
cocok atau tidaknya sebilah keris bagi seseorang, digunakan ilmu tayuh. Kepercayaan
akan adanya tuah, baik pada keris maupun pada benda lainnya, bukan hanya ada
pada masyarakat Jawa, Indonesia,
atau Asia saja juga pada banyak bangsa dari
benua lainnya. Bagi sebagian orang, terutama pecinta keris yang masih tergolong
pemula, tuah keris dianggap dapat dibuktikan secara fisik, misalnya, lilin
menyala dapat padam dengan sendirinya bila diacungi sebuah keris tertentu. Atau,
bila keris tertentu direndam dalam air, di bawah sinar terang matahari, tampak
seperti ular hidup. Atau, keris tertentu yang bilamana dipegang, rambut orang
itu tidak dapat dipotong dengan pisau silet. Dan, atraksi-atraksi mirip sulap
lainnya.
Namun sebagian besar pecinta keris menganggap bahwa
tuah keris sebenarnya tidak bisa dilihat, namun dapat dirasakan. Misalnya, setelah
mendapat sebilah keris, rumah tangga yang sebelumnya selalu ribut, jadi
tenteram dan rukun. Atau, kariernya lebih lancar, atau usahanya lebih maju,
dlsb. Yang jelas, pengertian tentang tuah keris ini
terkadang bersifat subyektif, lain orang bias lain pendapatnya.
Semua itu tergantung pada lingkungan dan pengalaman
hidup masingmasing.
Menayuh Keris
Adalah sejenis
ilmu tradisional yang digunakan untuk
menentukanapakah sebilah keris akan cocok dipakai atau
dimiliki oleh seseorang,atau tidak. Ilmu ini
terutama bermanfaat untuk meningkatkan
kepekaan seseorang agar dia dapat menangkap kesan karakter sebilah keris dan
menyesuaikan dengan kesan karakter dari calon pemiliknya.
Contohnya, keris yang menampilkan karakter keras,
galak, tidak baik dipakai oleh seorang yang sifatnya keras dan kasar. Untuk
orang semacam itu sebaiknya dipilihkan keris yang karakternya lembut, dingin.
Cara Me-nayuh
Ada
berbagai cara untuk me-nayuh sebilah keris atau tombak. Di Pulau Jawa dan
dibeberapa daerah lainnya, yang terbanyak adalah dengan cara meletakkan keris
atau tombak itu di bawah bantal, atau langsung dibawah tengkuk, sebelum tidur.
Agar aman, keris atau tombak itu lebih dahulu diikat dengan sehelai kain dengan
sarungnya. Dengan cara ini si
Pemilik atau orang yang me-nayuh itu berharap dapat bertemu dengan 'isi' keris
dalam mimpinya. Namun cara ini tidak
senantiasa berhasil. Kadang-kadang mimpi yang dinantikan tidak muncul, atau seandainya
mimpi, sesudah bangun lupa akan isi mimpinya.
Jika malam pertama tidak berhasil biasanya akan
diulangi pada malam berikutnya, dan seterusnya sampai mimpi yang diharapkan itu
datang.
Keris atau tombak itu dianggap cocok atau jodoh,
bilamana pada saat ditayuh orang bermimpi bertemu dengan seorang bayi, anak,
gadis, atau wanita, pemuda atau
orang tua, yang menyatakan ingin ikut, ingin diangkat anak, atau ingin
diperistri.
Bisa jadi, yang ditemui dalam mimpi termasuk juga
makhluk yang menakutkan. Mimpi yang serupa itu ditafsirkan sebagai isyarat dari
'isi' keris yang cocok atau tidak cocok untuk dimiliki.
Bagi orang awan, cara me-nayuh lewat mimpi inilah yang sering dilakukan, juga sampai sekarang.
Selain cara itu masih banyak lagi cara lainnya. Untuk dapat me-nayuh keris atau
tosan aji lainnya, tidak harus lebih dulu menjadi seorang ahli. Orang awan pun
bisa, asalkan tahu caranya.
Dalam masyarakat perkerisan juga dikenal apa yang
disebut keris tayuhan, yaitu keris yang dalam pembuatannya lebih mementingkan soal
tuah daripada keindahan garap, pemilihan bahan besi, dan pembuatan pamornya.
Keris semacam itu biasanya mempunyai kesan wingit, angker, memancarkan perbawa,
dan ada kalanya menakutkan. Walaupun segi keindahan tidak dinomorsatukan, namun
keris itu tetap indah karena pembuatnya adalah seorang empu. Padahal seorang empu,
tentulah orang yang mempunyai kepekaan keindahan yang tinggi. Patut diketahui,
keris-keris pusaka milik keraton, baik di Yogyakarta maupun di Surakarta, pada umumnya
adalah jenis keris tayuhan. Dapur
keris tayuhan, biasanya juga sederhana, biasanya juga sederhana, misalnya,
Tilam Upih, Jalak Dinding, dan Mahesa Lajer. Bukan jenis
dapur keris yang mewah semacam Nagasasra, Naga Salira, Naga Kikik, atau Singa
Barong. Selain itu, keris tayuhan umumnya berpamor tiban. Bukan pamor rekan. Di
kalangan peminat dan pecinta keris, keris tayuhan bukan keris yang mudah
diperlihatkan pada orang lain, apalagi dengan tujuan untuk dipamerkan. Keris
tayuhan biasanya disimpan dalam kamar pribadi dan hanya dibawa keluar kamar
jika akan dibersihkan atau diwarangi.Menanjeg Keris Ilmu tanjeg dalam dunia perkerisan di Pulau Jawa -- terutama di Yogyakarta
dan Surakarta,
adalah ilmu untuk membuat penilaian mengenai
karakteristik atau sifat tuah, serta manfaat gaib sebuah keris atau tosan aji
lainnya. Dalam budaya perkerisan di Pulau Jawa dikenal adanya istilah angsar
yang merupakan kekuatan gaib sebilah keris. Apa manfaat dan apa pula mudaratnya
angsar itu, dapat di ketahui dengan manggunakan ilmu tanjeg.
Dengan ilmu tradisional itu, bagi yang percaya,
seseorang dapat mengetahui kegunaan gaib dari sebuah keris,tombak, atau tosan
aji lainnya. Dengan ilmu tanjeg, misalnya, sebuah keris dikatakan mempunyai
manfaat dapat melindungi pemiliknya dari gangguan mahluk halus, dapat menahan
serangan guna-guna,menambah wibawa dan keberanian
pemiliknya. Orang yang memahami ilmu tanjeg pada umumnya disabut ahli tanjeg. Ilmu
tanjeg ini ada dua macam.
Yang pertama dengan melakukan pengamatan lahiriah
sebuah keris, baik dari besinya, pamornya, cara pembuatannya, bentuknya, dan rabaannya.
Cara ini juga di sebut nanjeg cara
eksoteri. Misalnya, kalau keris itu ber-dapur Jalak Sangu Tumpeng, bisa diduga
manfaat atau tuah keris itu adalah baik untuk mencari rezeki dan cocok untuk para
pedagang. Kalau keris itu pamornya Tunggaksemi, maka keris itu baik untuk
mengembangkan modal. Jika penampilan keris itu berkesan penampilan wingit, maka
tidak baik untuk dipakai para pedagang.
Cara kedua adalah dengan mengandalkan kemampuan batiniah secara tradisional. Cara ini banyak macamnya,dan hanya dapat dipelajari dengan
metode tradisional, antara lain dengan berpuasa, menghafalkan dan selalu
mengulang-ngulang mantera dan doa tertentu, dengan bimbingan orang yang
menguasai ilmu itu. Cara itu disebut cara esoteri.
Banyak para ahli tanjeg yang menggunakan kedua cara
itu untuk menilai angsar sebilah
keris,atau tosan aji lainnya.
Seorang ahli tanjeg, pada umumnya diminta pendapatnya,
kalau seseorang ingin membeli atau akan mendapatkan keris. Sebab keris dulu
yang dibuat sang empu untuk keperluan keprajuritan, tidak akan sesuai digunakan
oleh seorang pedagang. Keris yang dulu dibuat khusus untuk orang yang berusia
tua dan telah pensiun, tentu tidak baik digunakan oleh orang muda yang masih
aktif bekerja.
Ilmu tanjeg tidak hanya ada di Pulau Jawa dan di Indonesia
saja. Walaupun cara cara dan metodenya tidak sama, di Brunei Darussalam pun
ilmu yang semacam dengan ilmu tanjeg itu juga ada. Dan, hasil tanjeg pun tidak
jauh berbeda. Misalnya, sebuah keris yang di tanjeg oleh ahli di Pulau Jawa di
katakan bermanfaat baik untuk berdagang baik untuk berdagang, mengembankan
usaha, dan memupuk kekayaan; dengan ilmu tanjeg ala Brunei, keris yang sama, dikatakan keris
berisi besi bendahara. Istilah Keris Dalam budaya perkerisan ada sejumlah
istilah yang terdengar asing bagi orang awam.. Pemahaman akan istilah-istilah ini akan sangat
berguna dalam proses mendalami pengetahuan mengenai
keris. Istilah dalam dunia keris,
khususnya di Pulau Jawa, yang sering dipakai: angsar, dapur, pamor, perabot,
tangguh, tanjeg, dan lain sebagainya.
Di bawah ini
adalah uraian singkat yang disusun secara alfabetik mengenai istilah
perkerisan. Istilah ini lazim
digunakan di Pulau Jawa dan Madura, tetapi dimengerti dan kadang kala juga
digunakan di daerah lainnya, seperti Sulawesi, Sumatra, dan bahkan di Malaysia,
Singapura, dan Brunei Darussalam.
Angsar
adalah daya kesaktian yang dipercaya oleh sebagian
orang terdapat pada sebilah keris. Daya kesaktian atau daya gaib itu tidak
terlihat, tetapi dapat dirasakan oleh orang yang percaya. Angsar dapat berpengaruh
baik atau posistif, bisa pula sebaliknya.
Pada dasarnya, semua keris ber-angsar baik. Tetapi
kadang-kadang, angsar yang baik itu belum tentu cocok bagi setiap orang.
Misalnya, keris yang angsar-nya baik untuk seorang prajurit, hampir pasti tidak
cocok bila dimiliki oleh seorang pedagang. Keris yang angsar-nya baik untuk
seorang pemimpin yang punya banyak anak buah, tidak sesuai bagi pegawai
berpangkat rendah. Guna mengetahui angsar keris, diperlukan ilmu tanjeg.
Sedangkan untuk mengetahui cocok dan tidaknya seseorang dengan angsar sebuah
keris, diperlukan ilmu tayuh. Dapur Adalah istilah yang digunakan untuk
menyebut nama bentuk atau type bilah keris. Dengan menyebut nama dapur keris,
orang yang telah paham akan langsung tahu, bentuk keris yang seperti apa yang dimaksud.
Misalnya, seseorang mengatakan: "Keris itu ber-dapur Tilam Upih",
maka yang mendengar langsung tahu, bahwa keris yang dimaksud adalah keris
lurus, bukan keris yang memakai luk. Lain lagi kalau disebut dapur-nya Sabuk
Inten, maka itu pasti keris yang ber-luk sebelas.
Dunia
perkerisan di masyarakat suku bangsa Jawa mengenal lebih dari 145 macam dapur
keris. Namun dari jumlah itu, yang dianggap sebagai dapur keris yang baku atau mengikuti pakem
hanya sekitar 120 macam saja. Serat Centini,
salah satu sumber tertulis, yang dapat dianggap sebagai pedoman dapur keris
yang pakem memuat rincian jumlah dapur keris sbb:
Keris lurus ada 40 macam dapur. Keris luk tiga ada 11
macam. Keris luk lima
ada 12 macam. Keris luk tujuh ada 8 macam. Keris luk sembilan ada 13 macam.
Keris luk sebelas ada 10 macam. Keris luk tigabelas ada 11 macam. Keris luk
limabelas ada 3 macam. Keris luk tujuhbelas ada 2 macam. Keris luk sembilan
belas, sampai luk duapuluh sembilan masing-masing ada semacam.
Namun, menurut manuskrip Sejarah Empu, karya
Pangeran Wijil, jumlah dapur yang dianggap pakem lebih banyak lagi.
Catatan itu menunjukkan dapur keris lurus ada 44 macam, yang luk tiga ada 13 macam,
luk sebelas ada 10 macam, luk tigabelas ada11 macam, luk limabelas ada 6 macam,
luk tujuhbelas ada 2 macam, luk sembilanbelas sampai luk duapuluh sembilan ada
dua macam, dan luk tigapuluh lima ada semacam. Jumlah dapur yang dikenal sampai
dengan dekade tahun 1990-an, lebih banyak lagi. Luk Istilah ini digunakan untuk bilah keris yang tidak lurus,
tetapi berkelok atau berlekuk. Luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap.
Hitungannya mulai dari luk tiga, sampai luk tigabelas. Itu keris yang normal.
Jika luknya lebih dari 13, dianggap sebagai keris yang tidak normal, dan
disebut keris kalawijan atau palawijan. Jumlah luk pada keris selalu gasal,
tidak pernah genap. Selain itu, irama luk keris dibagi menjadi tiga golongan.
Pertama, luk yang kemba atau samar. Kedua, luk yang sedeng atau sedang. Dan
ketiga, luk yang rengkol -- yakni
yang irama luknya tegas. Mas kawin Dalam dunia
perkerisan adalah pembayaran sejumlah uang atau barang lain, sebagai syarat
transaksi atau pemindahan hak milik atas sebilah keris, pedang, atau tombak.
Dengan kata yang sederhana, mas kawin atau mahar adalah harga. Istilah mas
kawin atau mahar ini timbul karena
dalam masyarakat perkerisan terdapat kepercayaan bahwa isi sebilah keris harus
cocok atau jodoh dengan pemiliknya. Jika isi keris itu jodoh, si pemilik akan mendapat
keberuntungan, sedangkan kalau tidak maka kesialan yang akan diperoleh. Dunia perkerisan juga mengenal istilah melamar, bilamana
seseorang berminat hendak membeli sebuah keris.Mendak adalah sebutan bagi
cincin keris, yang berlaku di Pulau Jawa, Bali,
dan Madura. Di daerah lain biasanya digunakan istilah cincin keris. Mendak
hampir selalu dibuat dari bahan logam: emas, perak, kuningan,
atau tembaga. Banyak di antaranya yang dipermewah dengan intan atau berlian.
Pada zaman dulu ada juga mendak yang dibuat dari besi berpamor.
Selain sebagai hiasan kemewahan, mendak juga berfungsi
sebagai pembatas antara bagian hulu keris atau ukiran dengan bagian warangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar