Kamis, 23 Oktober 2014

BAIK TIDAK NYA SEBILAH KERIS



Keris merupakan sebuah senjata warisan nenek moyang asli dari
daerah Jawa. Keris merupakan warisan budaya yang sangat tinggi
harganya apalagi yang mempunyai nilai sejarah dan bertuah . Maka
sudah sepatutnya kita melestarikannya atau dalam istilah Jawa ikut
nguri-uri keberadaannya. Sebilah keris merupakan lambang pusaka
peninggalan leluhur . Pada masa kerajaan keris dijadikan sebagai
lambang legalitas, kebesaran, keagungan. Sebagai contoh
seorang raja akan diakui rakyatnya bila dapat menunjukkan sebuah
keris yang diyakini sebagai pemegang tampuk kekuasaan
Keris yang mempunyai tuah ( kekuatan magis ) biasanya disesuaikan
dengan bentuk keris, luk, dan pamor Keris mempunyai sifat seperti
manusia dari yang baik dan juga tidak baik. Untuk mengetahui keris
tersebut baik atau tidak bagi pemilik keris, ada beberapa cara untuk
mengetahuinya.
Cara menghitungnya : tempelkan ujung benang pada pangkal keris
ditarik sampai ujung keris lipat hasil ukuran tadi setangah ukuran tadi
ukurkan pada lebar keris. Sisa ukuran lebar ini yang akan digunakan
untuk menghitung keris , sisa separo dari ukaran tadi hitunglah, dan
berapa kali dari setengah batang keris.
Contoh : Panjang dari pangkal sampai ujung keris 36 cm.. panjangnya
di bagi 2 = 36 : 2 = 18. Setengah bilahan keris ukurannya 2 cm. Jadi
18cm : 2cm = 9cm
hasil ukuran tersebut dikurangi 8 . Jadi 9 - 8 = 1. 1= sari ratna kumala
artinya dapat menjadi kaya raya. kriteria dari sisa hitungan itu sebagai
berikut :
No Arti (Jawa) Arti (Indonesia)
1. Sari Ratna Kumala Kaya Raya
2. Jati Tikir Banyak Teman dan Family
3. Bima Rajek Wesi Akan mendapatkan kekuatan yang
luar biasa
4. Kuda Micara Senang mencari masalah
5. Satriya Ledhang Senang berpergian
6. Rajuna Rangsang Pati Senang marah
7. Sri Nata Jurite Senang bertengkar
8. Makan Tuan Melukai yang empunya
Hitungan kecocokan sebuah keris
No Arti (Jawa) Arti (Indonesia)
1. Sari Ratna Kumala Cocok untuk pejabat atau yang
mempunyai kekuasaan
2. Wara Candra Renta Untuk pedagang , petani atau yang
mempunyai usaha
3. Jati Kumbo Cocok untuk yang menginginkan
kekuasaan
4. Ranggan Janur Untuk yang senang berkelahi
5. Arjuna Suropati Untuk pemimipin
6. Binem Siwer Untuk yang berringan tngan,akan
tetapi sering mendapat bencana
7. Bogiro Nadiyen Untuk yang dituakan, pemuka
agama,pemuka adat atau tokoh
masyarakat
8. Sadewo Tinandu Tidak untuk berumah tangga
Hitungan dengan meggunakan Ibu Jari
Keris yang akan di hitung, dipegang pada pangkalnya, tepat pada
bagian Gonjo, dengan ibu jari di hitung sampai ke ujung keris. Hasilnya
dikrungi lima - lima sisanya akan menunjukkan pengaruh tuah dari
keris tersebut. Contoh : Pusaka yang kita hitung hasilnya 19 ibu jari
hitunga tadi dikurangi 5 dan seterusnya.sebagai berikut : 19 - 5 = 14,
14 - 5 = 9, 9 - 5 = 3, angka 3 jatuh pada Arjuna Mangan Ati berarti
Pemarah, keras hati.
Kriteria - kriteria dari sisa hitungan :
SISA :
1. Siti = Berjiwa Welas Asih
2. Sengkali = Dermawan ,kalau marah berbahaya
3. Arjuna Mangan Ati = Pemarah, Keras hatinya
4. Rondho Tunggu Donyo = Dapat Kaya, Cukup Sandang Pangan
5. Dhandang Tunggu Nyowo = Sengsara, sering mendapat celaka
Keris pada masa sekarang masih digunakan sebagian besar masyarakat
Jawa tidak saja sebagai simbol kebesaran, tetapi juga sebagai sipat
kandel atau kadigjayaan.
Keris Disebut Piyandel dan Sipat Kandel
SALAH satu makna keris adalah sebagai piyandel dan sipat kandel.
Piyandel atau keyakinan. Tidak ada orang layak melarang soal
keyakinan. Keris merupakan sebuah keyakinan, harapan dan cita-cita
yang ditorehkan dan disimpan untuk diteruskan kepada anak cucu.
Sehingga keris sarat simbol dan pralambang yang harus dibaca secara
arif dan bijak.
Dalam tradisi budaya Jawa, dikenal istilah pemahaman ‘Bapa tapa,
anak nampa, putu nemu, buyut katut, canggah kesrambah’. Artinya,
kalau orang tua, terutama ayahnya laku prihati,n anugerah yang bakal
diterima juga kepada anak, cucu, cicit dan keturunannya. Ini simbol
bahwa, hidup manusia senantiasa menyiratkan keprihatinan. Prihatin
untuk terus mengupayakan agar berkiblat kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Siratan-siratan harapan, cita-cita, doa, restu sekaligus tuntunan itu
diwujudkan manusia Jawa dalam bentuk sebuah senjata. Mengapa
dipilih senjata? Supaya manusia sadar, senjata hidup adalah sebuah
kearifan yang tergurat di dalam keris atau tosanaji lainnya. Kemudian
orang Jawa menamakan keris sebagai ‘sipat kandel’, karena
mewujudkan harapan doa, tuntunan, cita-cita. Namun doa, harapan
dan cita-cita yang dimanifestasikan lewat dapur, ricikan, pamor, besi,
baja dan dibuat dalam laku tapa, keprihatinan puasa dan selalu
memuji kebesaran Tuhan, tidak bakal mewujud dengan sendirinya
kalau tidak dijemput dengan laku serupa.
Supaya tidak terjebak dengan pemahaman yang keliru, diingatkan,
keris harus ditempatkan secara proporsional. Bunyi peringatannya,
Janjine dudu jimat kemat, ananging agunging Gusti kang Pinuji. Keris
bukan jimat, tetapi piyandel, sarana memuji dan memuja keagungan
Ilahi.
Doa harapan yang sudah dilantunkan para empu zaman lampau dengan
mantram-mantram yang indah nan menawan, dilandasi keprihatinan
yang intensif melalui matiraga, laku puasa hingga 3-6 bulan, bukan
tidak ada tapak enerjinya.
Untuk itu perlu dijemput dengan laku keprihatinan untuk mewujudkan
doa dan harapan yang terpatri di dalam keris yaitu dengan semboyan
“Niat ingsun nyebar ganda arum. Tyas manis kang mantesi, ruming
wicara kang mranani, sinembuh laku utama”.
Manifestasi kehidupan dalam bermasyarakat secara singkat dapat
dikatakan sebagai ‘memberikan bukti kebaikan- aweh bukti becik’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar